Pertama kali saya mendengar istilah menua dengan elegan itu dari teman S2 saya dulu di IPB. Menua dengan elegan adalah cita-citanya, namanya ibu Donna (Donna Imelda), kami memanggilnya Bunda, sama seperti panggilan anak dan suaminya kepadanya. Beliau seorang dosen keren Teknik Kimia Universitas Jayabaya yang juga seorang travel blogger, motivator, dan volunteer kelas inspirasi. Orangnya asik, sangat supel, mudah bergaul dan selalu hangat dengan orang. Saya paham Ibu Donna memiliki pembawaan seperti itu dari hasil didikan orang tuanya, khususnya ayahnya yg masih tetap keren dan elegan yang menjadi salah satu role modelnya. Di usianya yang tidak muda lagi, sepertinya Ibu Donna akan mencapai cita-cita nya tersebut, menua dengan elegan.
Di Jepang, jangankan orang tua, anak-anak muda dan orang dewasanya juga sangat elegan. Awalnya saya belum bisa membedakan mana orang Jepang, mana orang China, mana orang Korea, atau orang asia lainnya. Lama-kelamaan akhirnya saya bisa membedakannya, satu hal yang membedakan orang Jepang dengan orang orang asia lainnya yaitu ke eleganan mereka dalam bersikap, berbicara, dan berbusana.
Keeleganan orang-orang tua di Jepang dilihat dari kemandirian dan kebijakan mereka. Meskipun tua, mereka masih tetap produktif, tidak manja, dan masih memperhatikan detail. Orang-orang tua di Jepang selalu mendapat prioritas utama di tempat-tempat umum, tapi bukan berarti mereka sering seenaknya, dan mencak-mencak jika tidak mendapatkan hak mereka.
Disaat tempat duduk di kereta khusus untuk orang tua, ibu hamil, dan orang sakit di duduki oleh anak muda yg sehat, mereka tetap saja berdiri dan tidak marah-marah menuntut tempat duduk atau minta dipangku, heheheh. Suatu waktu saya pernah menawarkan tempat duduk saya di kereta kepada seorang yang tua, namun dia menolaknya dengan alasan katanya saya terlihat lebih capek habis kerja dan dia berkata bahwa dia masih kuat berdiri untuk turun di dua stasiun berikutnya.
Onan Hiroshi san, sang komikus Jepang yang membuat karikatur Jokowi sebagai pengemis Shinkansen (kereta cepat) juga telah menunjukkan ciri-ciri dia akan menua dengan elegan. Baru saja dia minta maaf dengan elegan di Twitternya (@hiroshionan) atas karikaturnya yang telah menyinggung sikap pemerintah Indonesia terhadap proyek kereta api cepat Jakarta-Surabaya. Dia memposting fotonya sedang bersujud dengan caption minta maaf dalam bahasa Jepang dan Inggris. Nah sekarang giliran yang sudah dengan gagah dan cantiknya men-share karikaturnya ke kiri kanan atas bawah tengah samping silahkan mengikuti jejaknya jika ingin juga tampil elegan.
Memang keeleganan seseorang bukan hanya dilihat dari gestur dan cara berbusana seseorang, cara berfikir dan cara bersikap menghadapi situasi atau masalah juga sangat menentukan apakah kelak dia akan menua dengan elegan atau tidak.
Baru saja kita dipertontonkan elegannya seorang Ibu Susi Pudjiastuti dan Bapak Sandiaga Uno menanggapi sindir-menyindir kebersihan danau Sunter di DKI. Mereka sangat asik dalam beradu argumen, bijak menjawab tantangan, sangat kreatif dalam bekerja, dan berani bertanggung jawab pada ucapan masing-masing. Beginilah seharusnya cara elegan yg ditunjukkan para publik figure, bukan berteriak-beriak di depan kamera, mengarahkan massa, bersifat pengecut, atau ngeless kiri kanan atas bawah yang buntut-buntutnya diikuti oleh seluruh rakyat Indonesia.
Diusia 53 tahun, Ibu susi masih mampu mengalahkan berenang Bapak Sandiaga yang usinya 48 tahun di Festival Danau Sunter. Saya makin yakin bahwa Ibu Susi adalah salah satu contoh orang yang akan menua dengan elegan, meskipun gayanya mirip para Slanker.
Bandingkan dengan ibu-ibu keturunan dracula tak berhelem yang weser kiri belok kanan dan suka gigit Pak Polisi. Atau ibu-ibu yang suka melempar-lempar uang trus divideokan. Atau seorang pengacara muda kontroversial yang tinggal di apartemen murah menyindir gaya hidup mewah seorang pengacara senior dari Batak. Ini mungkin contoh orang-orang yang jauh dari kata keeleganan dimasa tua, tapi saya berdoa mudah-mudahan mereka khusnul khotimah di ujung hayat, krn itu jelas sangat elegan.
K.H. Mustafa Bisri atau yang kita kenal dengan panggilan Gus Mus, juga menanggapi situasi masyarakat yang mabuk agama dengan tulisannya yang sangat elegan (http://m.republika.co.id/berita/kolom/wacana/18/02/14/p44dom396-ketika-agama-kehilangan-tuhan). Kita memiliki banyak ulama-ulama yang mempunyai ilmu agama yang kuat, berbicara yang santun dan yang memberikan banyak teladan adalah orang-orang yang dapat kita jadikan contoh manusia yang menua dengan elegan.
Mau uji apakah kamu mempunyai ciri-ciri menua dengan elegan saat tua nanti? Silahkan cek sikapmu dengan kenaikan BBM ini, silahkan cek status-statusmu apakah masih dipenuhi kebencian, kritik tanpa alasan dan solusi, atau celoteh tidak jelas.
Makin kesini saya makin menghayati bahwa disaat tua nanti saya juga ingin menua dengan elegan. Aamiin. Disaat orang lain mengajak istrinya liburan keliling dunia di hari tuanya, saya ngajak istri saya menua dengan elegan. Tahun ini umur saya 36 tahun, tapi teman-teman cewek nihonjin saya di Lab bilang kalau muka saya masih 30 tahun, "Mappe san no kao wo sanju-sai mitai" kata mereka, ini bukan hoax lho. Kalau memang ini benar, jikapun saya tidak menua dengan elegan, setidaknya saat tua nanti saya akan AWET TUA.
Muda keren, tua elegan, mati khusnul khotimah.
Okayama, 25 Feb 2018
Salam,
Februadi Bastian
No comments:
Post a Comment