... Karena masalah itu pasti selesai, tetapi tanggung jawab itu tak akan habis selama kita hidup. (my father)


Setelah kuliah dari pagi hingga siang, kemudian menemui pembimbing diruangannya, saya langsung bergegas menuju kantin untuk makan siang karena sebelumnya saya sudah ditunggu oleh teman-teman sejawat di kantin. Namun saat kesana mereka sudah pada bubar, yah.. mungkin karena saya terlalu lama diskusi dengan pembimbing sehingga siang ini saya makan sendiri tanpa teman2 yang biasanya bersamaan menikmati makan siang. setelah memesan makanan saya langsung duduk disebuah bangku panjang yang sederetan dengan saya ada beberapa bapak-bapak, dan anak-anak S1 yang juga sedang makan siang.

Saat makan handphone bapak yang ada didepan saya berbunyi. bapak itu usianya mungkin 40an, dan mungkin dia sedang melanjutkan S3 nya di IPB. setelah melihat handphnenya, bapak itu langsung meninggalkan meja dan sedikit menjauh untuk ngobrol, namun suaranya masih bisa saya dengar. Dia ngomong dalam bahasa daerah yang saya tidak tau apa artinya, namun dari beberapa kata2 yang dia sebutkan yang masih bisa sy mengerti sepertinya itu telepon dari istrinya dan sepertinya anaknya yang SMP ingin dibelikan sepeda motor. Istrinya sudah ke dealer motor bersama anaknya untuk melihat-lihat dan anaknya sudah menentukan pilihan. Istrinya memberitahukan ke bapak td mengenai harga uang muka dan cicilannya. Bapak itu hanya mengiyakan saja, namun setelah setelah menutup telepon bapak itu membuang nafas yang panjang, seolah-olah dalam percakapan tadi dia menahan sesuatu yang berat untuk dia sampaikan ke istrinya. Mungkin terasa berat dia rasakan untuk membayar cicilan setiap bulannya, belum lagi saat ini dia sedang sekolah dan jauh dari kampung halamannya sehingga biaya hidupnya mungkin dia akan pangkas untuk membayar cicilan setiap bulannya. Namun terasa keinginannya untuk membahagiakan anaknya jauh lebih besar dari beban yang akan dia pikul nantinya. Sekembalinya dimeja makan sangat jelas terasa perubahan air muka dari bapak tersebut, seolah-olah bebannya saat ini lebih bertambah.

Teringat beberapa tahun yang lalu, saat saya masih kuliah S1. saat itu sy telah ngomong ke mama ku untuk menyiapkan uang untuk biaya penelitianku. Karena saya tau orang tuaku harus mempersiapkannya jauh-jauh hari karena mereka hanya memiliki sedikit tabungan, jadi mereka harus menyisikan sedikit demi sedikit untuk biaya tersebut. Orang tua kami seorang PNS yang yang gajinya cukuplah untuk membiayai kehidupan kami sebulan. yah syukur-syukur jika ada yang bisa ditabung. Namun ternyata uang tersebut saya tidak gunakan juga karena pada saat itu Alhamdulillah saya diikutkan dalam proyek penelitian dosenku (semoga beliau dilapangkan rezkinya selalu) dimana semua biaya pembelian bahan dan penyewaan alat-alat penelitian dibiayai, bahkan kertas untuk membuat laporan juga diberikan dan ditanggung oleh dosenku tersebut. Hingga pada suatu saat Bapakku bertanya "kapan kamu penelitian?" Sy kemudian bilang kalau saat ini sy sedang penelitian dan hampir selesai. Kemudian bapakku bertanya lagi "terus biayanya dari mana?" yah.. saya jawab saja bahwa saat ini sy mengikuti proyek penelitian dosenku dan biayanya ditanggung oleh beliau. Bapakku kemudian bilang "Syukurlah kalau begitu, sy kira kamu biayai sendiri penelitianmu (saat itu bapakku tahu kalau sy sering dapat uang dari kerja frelance sebagai desain grafis di beberapa perusahaan rokok dan majalah). Walaupun kamu ada uang tapi masalah pendidikanmu itu tanggung jawab saya, bapak sudah pinjam uang di koperasi kantor untuk penelitianmu, kalau kamu butuh uang minta saja". kemudian bapakku menutup pintu kamarku dan keluar. Saat itu saya terdiam, ternyata bapakku meminjam uang untuk menyiapkan uang penelitianku....

Melihat bapak tadi yang duduk didepanku, saya bisa membayangkan keresahan bapakku ketika itu, ketika dihadapkan persoalah tersebut, ketika mamaku menyampaiakan bahwa sy butuh biaya untuk penelitian, namun mereka tetap tegar berdiri mencari solusi, dan berkata "tenang biar bapak yang urus itu..." sebuah keresahan yang disembunyikan dan tetap berusaha tenang dan tersenyum... mereka tidak ingin membuat kegusaran baru dalam keluarganya...

Mungkin keresahan-keresahan seperti itulah yang membuat banyak bapak-bapak didunia ini menjual harga dirinya untuk menipu kiri-kanan, menjual harga dirinya dengan melakukan korupsi. Keresahan inilah yang mungkin menyebabkan beberapa bapak dihakimi massa karena kedapatan mencuri. Keresahan-keresahan inilah yang membuat beberapa bapak-bapak didunia ini memanipulasi angka-angka laporan keuangan. Beberapa bapak-bapak karena tidak dapat meredam keresahan ini akhirnya mengambil sesuatu yang bukan haknya, ataupun menerima suap, beberapa bapak-bapak juga karena keresahan ini akhirnya menebalkan muka mereka untuk meminjam uang kiri-kanan. Keresahan inilah yang mereka harus redam untuk memberikan nafkah bagi keluarga mereka, walaupun anak istrinya dirumah tidak mengetahui haram halalnya uang yang dibawa kerumah....!!!!

Saat ini saya tengah menantikan kelahiran anak pertama kami, suatu rezki dan amanah yang akan dititipkan Allah kepada saya dan istri saya kelak. Mungkin kedepan saya akan merasakan keresahan-keresahan tersebut dan saya akan lebih mengerti kenapa mereka berbuat seperti itu. Saya hanya berdoa semoga saya selalu diberikan petunjuk dan diberikan kekuatan, Saya berdoa agar saya dijauhkan dari kekufuran akibat keresahan tersebut, dan selalu diberikan rezki yang halal untuk orang-orang yang saya cintai.... Amin.



Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (Q.S. Ath Thalaaq : 7)

Bogor, 2 November 2009

No comments:

Post a Comment