Saya ingin menceritakan ulang sebuah kisah mengenai mengenai Mahatma Gandhi dan Prof. Peter yang ditulis oleh Son Wandrial seorang dosen Fakultas Internasional marketing di Universitas Binus.
Cerita ini pernah saya baca sebelumnya, namun lupa dimana dan bagaimana cerita detilnya. Hingga saya mencari di google dan menemukannya kembali di Internet. Cerita ini mengenai seorang dosen bahasa inggris Prof. Peter yang sangat membenci Gandhi ketika Gandhi belajar Hukum di London.
Hingga suatu waktu makan siang, Prof. Peter sedang menikmati makan siangnya di kantin, kemudian Gandi tiba-tiba duduk di sampingnya, yah rasanya gimana yah jika ada seseorang yang sangat dibenci tiba-tiba duduk di samping kita, atau gimana kikuk nya kita jika berada dalam lift dengan orang yang kita benci? Hehehe.
Karena merasa risih, Prof. Peter pun berkata “Gandhi, apakah anda tidak mengerti, seekor babi dan seekor elang tidak pernah berada berdampingan ketika makan.”
Gandhi hanya tersenyum dan berkata “Jangan khawatir pak Prof., saya akan segera terbang.” kemudian mengambil nampan makanannya untuk pindah tempat duduk. Tinggallah Sang Prof. Dengan muka merah, dan penuh dendam ingin membalasnya. (posisi: 1-0)
Hingga di suatu kelas, Prof. Peter ingin menjebak Gandhi lagi dengan pertanyaan. Prof Peter pun bertanya kepada Gandhi di depan kelas, “Gandhi, anggap saudara sedang berjalan, tiba2 menemukan paket berisi 1 tas penuh uang dan 1 tas penuh dengan kebijakan, tas yang mana saudara akan ambil?”
Tanpa ragu Gandhi dengan tegas menjawab: “Ya tas yang penuh uanglah.”
Prof. Peter tidak menduga Gandhi akan menjawab seperti itu, Prof. Peterpun menyanggah "Gandhi, betapa matre nya dirimu, kalau saya jelas akan memilih tas yenag penuh kebijakan".
Gandhi pun berdiri dan membesarkan suaranya "sudah sangat pantas seseorang memungut apa yang dia tidak punya prof. Karena saat ini sy butuh uang jadi wajar jika saya mengambil tas berisi uang, tapi saya tidak tahu alasan Pak Prof memungut tas berisi kebijakan?" Prof Peter pun dibuat malu di depan kelas. (Posisi: 2-0)
Prof Peter masih marah dan dendam dengan Gandhi. Namun dia tidak mau lagi menantangnya secara terbuka, hingga menunggu diakhir semester, lembar jawaban Gandhi di coret dengan tulisan "Idiot". Prof. Peter menyerahkan lembar jawaban itu dengan senyuman kepada Gandhi, jelas itu adalah senyuman ejekan seolah-olah berkata rasain lu, saya yang berkuasa disini.
Gandhi pun menerimanya dengan sedikit menahan emosinya, hingga di akhir kelas dia menemui Prof. Peter dan berkata “Prof. Peters, Bapak belum memberikan nilai di lembar ujian saya, saya hanya melihat tanda tangan Pak Prof. disini". (Skor akhir: 3-0)
Hahaha... ballassi (kasihan) Pak Prof...
------------------------------------------------------------------
Otak manusia terdiri dari tiga bagian yang dapat mempengaruhi kemuliaan seseorang. Ada otak Reptil, Otak Mamalia, dan Otak Neocortex.
Otak reptil yang mempengaruhi sifat dasar kehewanan, otak ini juga ada di semua binatang, otak ini yang mengatur mengenai lapar, berproduksi, survive, fight (menyerang) atau flight (kabur) dalam rangka mempertahankan diri. Tidak ada logika yang bekerja disini, hanya insting. Itulah sebabnya komodo tetap memilih daging ayam dibandingkan memilih uang tiga juta. hehehe
Otak kedua adalah otak mamalia, semua mamalia memiliki otak ini, otak ini mengatur perasaan atau emosi. Bahagia, sedih, jijik, kecewa, dendam, takut atau marah adalah kerja dari otak ini. Di otak inilah juga yang mengatur peredaran darah, temperatur tubuh, dan fungsi vital tubuh lainnya, serta menyimpan memori jangka panjang.
Otak ketiga adalah otak Neocortex, otak ini hanya ada dan berkembang dengan pesat pada manusia. Katanya otak ini baru muncul 40.000 tahun yang lalu. Otak ini yang mengatur mengenai moralitas manusia, kata-kata, dan bahasa. Otak ini terbagi dua, kiri dan kanan. Sudah dipahami bahwa otak kiri yang mengatur kecerdasan intelektual (logika, analisis, bahasa, evaluasi, dan matematika), sedangkan otak kanan yang mengatur kecerdasan spiritual (pikiran holistik, intuisi, musik, seni, dan kreativitas)
Kalau kita lihat cerita mengenai Prof. Peter dan Mahatma Gandhi diatas, sudah jelas siapa menggunakan otak yang mana?.
Ketiga otak ini bekerja dengan saling berinteraksi. Prof. Peter jelas dengan sifat kebencian, dendam, menyerang, telah mendominasikan kerja otak hewan nya (otak reptil dan otak mamalia) bekerja dan menguasai dirinya dibandingkan kerja neocortex nya. Tapi apakah Prof. Peter tidak menggunakan otak neocortexnya? Tidak juga cuman kecil karena dia mampu memikirkan diotak kanan dan kirinya untuk menghasilkan kata-kata dan cara-cara yang "kejam" untuk menyerang Gandhi.
Gandhi, sudah jelas neocortexnya lebih dominan, karena dia tidak ingin emosi dan sifat fight yang bisa dia gunakan untuk dipilih membalas Prof. Peter. Neocortexnya lebih lincah menguasai pikirannya untuk menemukan jawaban-jawaban skak-mat untuk Prof. Peter. Tapi apakah Gandhi tidak menggunakan otak reptilnya? Tidak juga, karena jelas disini dia memberikan perlawanan, tapi dengan elegan.
Orang marketing sangat paham dengan hal ini. Mereka tinggal mainkan saja, target pasarnya siapa, dan paling banyak memainkan emosi ketakutan, kemudian menawarkan solusi dari produk mereka. Sebagian iklan sekarang juga memainkan rasa bahagia, atau sedih lewat iklan-iklan yang inspiring yang kadang tidak nyambung dengan produk mereka, yang tujuannya hanya untuk melekatkan nama brand mereka diotak konsumen.
Orang media juga jeli melihat ini, selalu saja memasang judul-judul heboh yang memainkan ketakutan, penasaran, atau kejutan di setiap beritanya untuk dibaca atau disimak. Neocortex kita kadang dimatikan secara paksa oleh iklan dan berita-berita tersebut. Karena takut kita akhirnya memilih produk yang dijajakan oleh marketing, Karena penasaran kita membaca berita yang belum tentu kebenarannya. Harena takut, dan emosi kita akhirnya dengan mudahnya percaya dengan hoax, tanpa melibatkan neocorex untuk mengolah informasinya.
Isu PKI, China, atau kenaikan BBM, adalah contoh isu-isu yang mentarget otak reptil kita bereaksi kemudian menguasai pikiran, logika, dan tingkah laku sehari-hari. Teror bom yang dimainkan teroris juga sama, jadi tidak ada bedanya antara keduanya.
Politisi lebih parah lagi bro, politisi "jahat" (tidak semua jahat) mereka tidak main dan fokus di otak neocortex dalam berkampanye, mereka mainnya di otak mamalia, dan lebih parahnya sebagian besar memanfaatkan kerja otak reptil yang mengatur rasa lapar masyarakat sebagai jualan politiknya.
Makanya politik praktis dimainkan, serangan fajar, bagi-bagi sembako, atau janji-janji lain yang bisa menentramkan otak reptil masyarakat dalam jangka pendek. Makanya kita tipu saja mereka yang menarget otak reptil kita tapi kita tidak mainkan otak mamalia atau otak reptil kita untuk memilih dia, tapi menggunakan logika kita dalam memilih.
Dari otak yg diberikan Tuhan kepada kita, kita dapat merespon suatu masalah dengan dua cara, pertama merespon dengan instinctive response (otak reptil), atau merespon dengan intelectual response (neocortex).
Kadang kalau kita terdesak kita selalu gunakan otak reptil kita bekerja. Saat macet kita mengambil jalur kanan atau menerobos lampu merah atau saat tidak ada tempat sampah, kita membuang sampah sebarangan, Setinggi apapun sekolahnya kalau neocortex kita tidak bekerja maksimal, seorang Profesor, doktor, master atau apapun titelnya akan tetap jadi "hewan" dan memainkan peran hewannya.
Kalau memang ingin menjadi manusia seutuhnya, harmonikan fungsi ketiga otak yang diberikan Tuhan pada dirimu. Jangan mau dikuasai oleh kerja otak hewan kita (otak reptil dan mamalia), jangan suka mau diadu domba, menyerang, mempercai hoax, atau dendam pada orang lain (instinctive response). Jadilah orang yang bijak, berpikir logis, bermoral, dan pemaaf (intelectual response).
Ah jadi rindu otak-otak palembang buatan mertua...
Okayama, 2018.07.06
Salam,
Mappe
No comments:
Post a Comment