Anak-anak di Jepang sedari kecil diajari bagaimana memberikan apresiasi kepada orang lain. Mereka bukan diajarkan teorinya dengan kata-kata yang diambil dari buku untuk memenuhi permintaan kurikulum, tapi diajarkan dengan panutan-panutan.

Ketika seorang guru dibantu siswanya, sang guru selalu menulis surat terima kasih kepada muridnya, surat itu kemudian dibawa pulang dan diperlihatkan dengan bangganya kepada kami. Kakak atau adek biasa memperlihatkan surat terima kasih itu kepada kami, meskipun yang dilakukan hanya membantu mebagikan buku kepada teman-temannya.

Di akhir semester, kakak kelas yang menjadi leader group ketika membersihkan sekolah selalu mengirimkan surat terima kasih kepada adik-adik kelasnya yang menjadi anggota groupnya. Arigatou, otsukaresadeshita, terima kasih atas kerja keras dan kerjasamanya katanya.

Pagi ini sebelum si adek berangkat sekolah, dia memberikan saya sebuah kertas yang dibuat sedemikian rupa, menggunakan gunting, penggaris, lem, dan spidol. Saya tanya ini apa adek? Dia bilang ini surat Arigatou buat papa, katanya ini tulisan terima kasih buat saya karena selalu menggendongnya di belakang. Oh... So sweet... Sy langsung meleleh bagaikan coklat yang dimasukan ke dalam microwave yang diset 600 watt selama semenit

Dia belum bisa menulis dan dia hanya membuat garis-garis bergelombang itu, tak ada yang bisa mengartikannya. Google translate pun jika dibuat canggih bagaimanapun alogaritma nya tidak akan mampu mentranslate tulisan itu. Itu bahasa cinta.

Adek sekarang TK kelas Nol Besar, tahun depan dia InsyaAllah sdh SD, tapi kami tidak pernah mendapati dia diajarkan menulis atau berhitung di sekolah, hanya menggambar, bernyanyi, bermain, memberi salam, membuka kemasan, melipat baju, berkebun, mencari serangga, manjat-manjat, atau membuat hasta karya. Menulis, membaca, dan berhitung itu urusan di SD.

Setiap minggu adek selalu membawa pulang buku perpustakaan, bukan untuk belajar membaca, tapi untuk dibacakan oleh kakak, orang tua, atau siapapun di rumah. Sebelum bukunya dikembalikan, kami harus mengisi kertas tentang informasi siapa yang membacakan, dan bagaimana reaksi anak.

Bukan hanya kali ini saja si kakak dan adek membuat surat buat kami, tapi sudah berkali-kali dan mamanya adalah yang paling sering mendapat surat cinta itu. Yah maklumlah, mamanya yg paling banyak mengurus mereka dibanding saya.

Sekarang saya juga mau membalasnya, saya akan buatkan mereka surat terima kasih juga karena telah menjadi anak-anak nakal yang manis. Karena percuma jika disekolahnya diajarkan demikian namun kami tidak mengajarkan juga hal sama di rumah, bahkan justru kami yang belajar dari mereka cara yang manis berterima kasih.

Love you bro...

Okayama, 6/20

Mappe, papanya Fadhil dan Faeyza

No comments:

Post a Comment