Yah, seperti itulah peran pancasila di negeri ini. dari jamannya ketika dilahirkan hingga sekarang Pancasila selalu menjadi perdebatan. Idealnya Pancasila dijadikan perekat bangsa, namun kadang menjadi peretak bangsa. Pada sidang awal BPUPKI 29 Mei - 1 juni 1945 mengenai asas negara, Muhammad Yamin dan Bung Karno masing-masing mengusulkan 5 hal yang akan menjadi asas negara. Tanggal 1 juni 1945 bung karno pertama kali mengeluarkan kata Pancasila*). ”Saudara-saudara ! Dasar negara telah saya sebutkan, lima bilangannya. Inikah Panca Dharma ? Bukan ! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar…..Namanya bukan Panca Dharma, tetapi….saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa…..namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi. Kelima sila tadi berurutan sebagai berikut:

1 Kebangsaan Idonesia;
2 Internasionalisme atau peri-kemanusiaan;
3 Mufakat atau domokrasi;
4 Kesejahteraan sosial;
5 KeTuhanan.

(Pidato Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945)

Dari kelima sila tersebut sangat jelas pengaruh aliran sosio-nasionalisme (Internasionalisme dan nasionalisme), sosio-demokratis (demokrasi dan keadilan sosial) dan agama (KeTuhanan). Paham sosio-nasionalime Bung Karno dipengaruhi oleh ajaran A. Baars (kosmopolitanisme A. Baars dari Belanda) sedangkan paham sosio-nasionalisme dipengaruhi oleh seorang sosialis Dr. Sun Yat Sen pendiri negara Tiongkok merdeka. Sedangkan sila KeTuhanan berasal dari diskusi antara Bung karno dan pemuka agama Islam saat itu. Jadi isi sila pancasila itu bersumber dari Belanda, Cina dan Islam. Jika ada yang bilang Pancasila digali dari budaya bangsa indonesia atau peninggalan nenek moyang itu adalah keliru.. hehehehehe.

Pancasila  merupakan ajaran yang  diciptakan oleh Sang Buddha Siddharta Gautama, Pancasila merupakan ajaran yang harus diamalkan oleh setiap penganut agama Buddha bahkan sampai kini. Pancasila sudah dianut dan menjadi dasar filsafat serta ideology Kerajaan Maghada pada Dinasti Maurya sejak dipimpin oleh raja yang gagah perkasa ASHOKA (sekitar tahun 273 SM – 232 SM) jauh sebelum negara RI ada. Raja Ashoka merupakan penganut agama Buddha yang taat.  Dibawah ini naskah Pancasila dalam bahasa Pali
Pānātipātā veramani sikkhāpadam samādiyāmi (Saya menahan diri dari membunuh makhluk hidup)
Adinnādānā veramani sikkhāpadam samādiyāmi (Saya menahan diri dari mengambil hak orang lain)
Kāmesu micchācāra veramani sikkhāpadam samādiyāmi (Saya menahan diri dari perilaku menyimpang seksual)
Musāvāda veramani sikkhāpadam samādiyāmi (Saya menahan diri dari berbohong)
Surā meraya majja pamādatthānā veramani sikkhāpadam samādiyāmi (Saya menahan diri dari dari penggunaan benda benda yang dapat menghilangkan kesadaran diri)
Kerajaan Majapahit di pulau Jawa yang berkembang hampir kesepetiga Nusantara juga menganut Pancasila sebagai ideologi negara. Kerajaan Majapahit mengakui dan mengayomi dua agama resmi Negara yaitu Buddha dan Hindu, kedua agama ini memiliki tempat peribadatan masing-masing dilingkungan Negara. Maka terbentuklah keharmonisan antar pemeluk agama dibawah naungan Pancasila. Isi Pancasila yang terdapat di Kerajaan Majapahit dapat ditemukan dalam Kitab Negarakertamagama karya Empu Prapanca.
Sejak kekalahan Majapahit oleh Kerajaan Islam dibawah pimpinan Raden Fatah, bukan hanya istananya saja yang terkubut, tetapi ideologi dan lambang garudanya pun ikut terkubur. Namun walaupun negara bisa runtuh, tetapi ideologi masih akan tetap bersemayam didalam dada penganutnya.

Rumusan pancasila yang pertama kemudian dijadikan landasan lahirnya piagam jakarta (Djakarta Carter) pada tanggal 22 juni. disinilah awal hampir saja terjadi keretakan negeri ini. Bung Hatta mendapatkan bisikan bahwa beberapa rakyat bagian Timur Indonesia akan memisahkan diri jika pada sila pertama masih terdapat kalimat "...dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya". Bung Hatta kemudian berusaha meyakinkan tokoh-tokoh islam seperti Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan untuk menghapus 7 kata tsb sehingga menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.

Di masa orde baru, Pancasila betul-betul di-SAKTI-kan oleh penguasa saat itu. sekitar 500 ribu - 1 juta anak bangsa nyawanya harus melayang demi penegakan Pancasila, entah berapa lagi nyawa anak bangsa yang telah melayang pada pemberontakan DI-TII, kasus Tanjung priok, dan lain-lain. Pancasila yang harusnya mengarahkan mereka kejalan yang lurus (menurut isi Pancasila) malah dijadikan alasan untuk memberantas mereka (nyamuk demam berdarah kali). Pancasila yang harusnya menjadi lem bagi mereka untuk direkatkan kembali ke NKRI, malah di retakkan kemudian dimusnahkan (barang selundupan kali..). Boleh saja orang-orang PKI ayau DI-TII telah musnah di bumi pertiwi ini tapi belum tentu ideologi mereka turut musnah. Karena cara menghapus mereka yang tidak "Pancasilais", maka bisa saja dimasa depan atau masa kini ideologi itu akan muncul lagi (contohnya NII). Kita mungkin paham saat itu Pancasila masih berumur 20 tahun, umur yang masih muda, umur dimana otot2 Pancasila masih kuat dan cengkramannya masih mengalahkan cengkraman trio macan. umur muda ini dimanfaatkan betul oleh penguasa saat itu seperti seperti judul lagu Rhoma Irama.. Darah Muda.. Yang selalu merasa gagah... Tak pernah mau mengalah.

Pancasila saat itu tidak bisa diganggu gugat.. bahkan seandainya saja saat ini pemerintahan orde baru masih berkuasa, ketika saya memposting tulisan ini kemungkinan besar saya akan diculik dan dihilangkan. Bapak B.J. Habibie (semoga kesehatan dan umur panjang dilimpahkan kepada beliau) ketika berpidato di DPR-MPR-RI pada tanggal 1 juni 2011 dalam rangka memperingati hari kelahiran Pancasila mengatakan bahwa : " Harus diakui, dimasa lalu memang terjadi mistifikasi dan ideologisasi Pancasila secara sistematis, terstruktur dan masif yang tidak jarang kemudian menjadi senjata ideologis untuk mengelompokkan mereka yang tidak sepaham dengan pemerintah sebagai orang yang tidak Pancasilais atau anti Pancasila. Akibatnya Pancasila dipersalahkan oleh rakyat karena diannggap menjadi ornamen sistem politik yang represif. Pancasila kemudian menjadi simbol atau icon rezim sebelumnya, sehingga menyebabkan amnesia nasional karena masyarakat trauma akan penyalahgunaan Pancasila dalam pembangunan"

Menurut Pak Rizha (Dosen Teknik Unhas) yang mengutip buku Piagam Djakarta : Terlepas dari pengamatan empirik terhadap perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara selama 66 tahun guided by Pancasila dalam berbagai versi dan penjelasannya, sehingga carut-marut seperti sekarang ini, sebenarnya kalo' kita mau sedikit kritis dan menggunakan akal sehat saja, dalam Pancasila itu terkumpul berbagai macam ideologi, yang sebetulnya tidak mungkin disatukan. Pancasila is not AN IDEOLOGY, but a bunch of ideologies.

Seorang agamis (wa bil khusus Islamis) akan meyakini bahwa satu-satunya sila yang penting dalam Pancasila adalah sila pertama, asal ditambah dengan tujuh kata seperti dalam Djakarta Charter. Kalo' tidak, KeTuhanan jadi "kosong", diisi batu Tuhannya batu, diisi pohon ya Tuhannya pohon, kata K.H. Masykur [ESA, "Piagam Djakarta", hal. 82]. Maka seorang Islamis meyakini bahwa kalo' sila pertama saja dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, yang laen akan ikut saja.

Tapi seorang nasionalis tidak akan setuju, baginya yang paling penting adalah sila ketiga. Kalo' persatuan dijunjung tinggi, yang laen akan beres dengan sendirinya, begitu katanya. Seorang demokrat akan mementingkan sila keempat. Seorang sosialis-komunis akan memilih jalur via sila kelima dulu. Seorang humanis-liberalis, tentu menganggap sila kedua yang paling penting. Jadi bagaimana bisa seorang warga-negara menjadi "Pancasilais" dalam arti seorang Islamis, sekaligus humanis, nasionalis, demokrat dan komunis? Hehehe, cuma bisa kalo' dia seorang "humoris"

Melihat banyaknya masalah yang timbul dinegara ini saat ini menjadikan semua orang seakan kehilangan arah dan mencari sesuatu yang bisa dijadikan "The Guiding Principle". banyak yang menyarankan negara ini kembali mereaktualisasi Pancasila sebagai The Guiding Principle, namun ada juga yang menyarankan kita menggantinya saja dengan sesuatu yang lebih segar. Pemimpin kita bisa menyusun suatu kalimat yang indah dan syarat makna pada dasar negara kita kita karena para Founding Father negara ini memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi, entah apa itu bisa dibuat pemimpin kita saat ini (mungkin iya juga, khan salah satu pemimpin kita pintar buat lagu... Hehehe).


Makassar, 2 Juni 2011
Salam,

Februadi Bastian

No comments:

Post a Comment