Tiap tahun dibulan juni saya selalu teringat dengan syair dari Sapardi Djoko Damono, judulnya Hujan Bulan Juni. Syair yang begitu sederhana namun indah dan tentu saja bersahaja. Hari ini hujan pertama di bulan juni khususnya di kota makassar. Saya merindukan hujan ketika di bulan juni untuk melengkapi peresapan makna syair ini.


— Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu—

Mungkin saja bulan Juni adalah bulan antara musim penghujan dan kemarau. Baru saja hujan meninggalkan pohon-pohon itu. kerinduan memang kadang dirasakan sangat berat ketika awal perpisahan. kerinduan yang dirahasiakan menjadikan ketabahan bagi perindu. Hujan ditugaskan sang Khalik untuk membasahi bumi, sedangkan tugas manusia saling mengasihi satu sama lainnya, saling membasahi dengan kasih sayang. Sang Khalik adalah pemberi rintik-rintik rahmat, namun kitalah yg menjadi perindu itu, Sepantasnyalah kita menjadi perindu bagiNya, bukan hanya sebagai peminta-minta di hadapanNya.



— Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu—

Ketika dihadapkan pada pilihan-pilihan, dua jurang yang sama selalu mengapit kita. yah.. optimisme dan rasa takut adalah dua jurang yang sama dalamnya jika kita teralu berlebih menyikapinya. Ragu memang bukan pilihan yang baik, namun itu adalah tempat peristirahatan kita untuk lebih memantapkan pilihan. Mengambil pengalaman sebagai teman dalam perjalanan adalah pilihan bijak untuk menjawab pilihan-pilihan hidup. Saya tidak tahu apakah pengalaman-pengalaman hidup kita sudah bisa menjadi teman terbaik itu? apakah dia sudah bisa menjadi hujan yang akan menghapus keraguan kita? apakah dia menjadi teman yang bijak?



— Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu—

Manusia dipenuhi oleh kepentingan-kepentingannya, tidak penting menjadi orang penting dan sangat penting untuk menjadikan orang lain menjadi penting. Saya selalu bertanya apa dari diri saya yang bisa diserap oleh orang lain? yang bisa menjadikan orang lain menjadi penting? masih saja selalu dibayangi bahwa ilmu dan rezki itu akan berkurang jika kita membaginya. Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Bukankah ketika kita memudahkan urusan orang lain, maka yang di Langit akan memudahkan urusan kita?. Hujan memang sangat arif membiarkan dirinya diserap akar pohon untuk digunakan ber-fotosintesa bersama mentari mengubahnya menjadi energi yang bisa dimanfaatkan makhluk lain untuk (bergerak) hidup. Begitulah alam mengajari kita, mengajari dengan caranya sendiri, mengajari kita dengan kebisuannya.


Diluar hujan bulan juni masih saja gerimis dengan keanggunannya….



Makassar, 26 Juni 2011

Salam,

Februadi Bastian

No comments:

Post a Comment