Man Jadda Wajadda..

Ketika melihat cover buku dari novel Negeri 5 Menara karangan A. Fuadi saya kembali mengingat "mantra" ajaib dinovel tersebut. Mantra itu Man jadda wajadda, mantra yang diajarkan kepada semua murid yang menempuh pendidikan di pesantren Pondok Madani yang dikisahkan dalam novel tersebut. Kurang lebih artinya : barang siapa yang bersungguh-sungguh maka dia akan berhasil...!

Novel ini bercerita tentang Alif seorang anak Minang yang awalnya setengah hati menempuh pendidikan di pondok pesantren, karena ibunya memaksakan untuk melanjutkan pendidikannya setelah SMP ke Pesantren Pondok Madani. Untuk anak seusianya Alif sangat mengingikan melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Umum dengan beragam bayangannya tentang keindahan masa-masa SMU. Gambaran mengenai kehidupan pondok pesantren yang mungkin sebagian orang hanya mengira aktivitasnya hanya sholat dan mengaji disempurnahkan dalam novel ini.

Selama menempuh pendidikan di Pondok Madani, Alif mendapatkan banyak pengalaman berharga yang tidak akan dia dapatkan di dunia luar. Pelajaran pertama yang dia terima yaitu doktrinasi Man Jadda Wajadda yang dengan sekuat tenaga harus diteriakkan oleh para santri sebelum menerima pelajaran di Pondok madani. Saya dapat merasakan getaran-getaran gema suara mereka meneriakkan Man jadda wajadda ketika membaca bagian tersebut. Mantra Inilah dasar dari jiwa-jiwa yang penuh semangat, motivasi dan optimisme mereka untuk menaklukkan apapun masalah yang ada di depan mereka. Nilai lain yang ingin disampaikan yaitu perpaduan antara niat yang ikhlas, usaha dan kerja yang bersungguh-sungguh, yang dibulatkan dengan doa dan berbaik sangka kepada Allah selalu menghasilkan sesuatu yang diluar dugaan kita.

Saya sangat terkesan dengan sistem pendidikan yang diceritakan dinovel ini, Khususnya pada pengajaran tentang kedisiplinan. 5 menit saja begitu berarti dan pelanggaran terhadap 5 menit merupakan hal yang sangat dihindari. Militansi semangat belajar para santri sangat kental terasa, Musim Ujian adalah hari perayaan terbesar ketiga setelah Idul Fitri dan Idul Adha yang harus dirayakan, bukan ditakuti !. Belum lagi pelajaran mengenai tanggung jawab dan kepemimpinan, semuanya sempurnah bagiku untuk menciptakan manusia-manusia yang tidak cengeng, yang siap menghadapi masalah apapun menjadi manusia yang bermanfaat bukan menjadi yang dimanfaatkan.

Di Pondok Madani inilah Alif dan lima orang sahabatnya mulai mengukir satu persatu mimpi-mimpi mereka. Mereka ingin menambah ilmu mereka dengan mencarinya hingga keujung-ujung dunia. Entah mengapa pada bagian topik ini saya sangat merasakan begitu terinspirasinya penulis dengan novel-novel Andrea Hirata, ada beberapa bagian yang menurut saya diksinya mirip dengan Laskar Pelangi maupun sang Pemimpi. Namun mungkin karena penulis adalah seorang Jurnalis sehingga deskripsi setting dituliskan begitu apa adanya seperti membaca laporan jurnalis pada umumnya (hehehe..) Jadi tulisannya seperti perpaduan antara observasi seorang jurnalis dan imajinasi liar dari para penghayal yang menghasilkan karya yang indah. Buku yang sangat bagus untuk dibaca, inspiratif, dan sedikit lucu...

Orang berilmu dan beradap tidak akan diam dikampung halaman
Tinnggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang

Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak kan keruh menggenang

Singa jika tak akan tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa
Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran

jika matahari diorbitnya tidak bergerak dan terus diam
tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang

Biji emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika didalam hutan. (Imam Safii)

No comments:

Post a Comment